Kamis, 20 Mei 2010

CERPEN


ANDAI AKU DIA

Siang itu, aku ke toko buku, betapa aku ingin mempunyai buku itu. Buku yang ku rasa dapat membantuku, mendalami ilmu yang ku ambil pada masa kuliah. Maklum saja, aku terlahir dari keluarga yang pas-pasan. Tak ada fasilitas cukup yang menunjang untuk aku belajar saat itu. Hanya buku yang dapat ku andalkan saat itu. Aku teringat gadis berkerudung hijau, yang terlihat tinggi semampai dan di riingi oleh sanag ayah yang berpenampilan bak seorang pangeran yang ber-uang. Ku kakatakan seperti itu, karena memang terlhat jelas dari usia mereka ber dua.

Aku tak tau apa pembicaraan mereka saat itu, yang ku tahu, Mereka beridiri tepat di belakangku. Aku tak menghiraukan pembicaraan mereka. Aku sedang asyik memilih dan meneliti buku, yang ingin ku beli. Aku kagum, saat seorang bapak sangat perhatian terhadap anaknya.”Ambilah buku itu, kamu harus punya, ayah akan belikan untuk kamu”. Kata pangeran ber-uang itu. Aku mau, aku mau, bisikku dalam hati. Aku jadi teringat bapak di rumah, andai bapakku seperti pangeran ber-uang itu. Aku pasti langsung sungkem luar biasa ke bapak. Tapi sayangnya, bapakku bukan pangeran itu. Aku melamun saat itu, aku pun tersadar saat ada buku yang jatuh tepat di hadapanku.

Ku pandangi mereka berdua, sejenak ku pura-pura menatapi buku yang ada di hadapanku. Sampai-sampai aku tak sadar, buku yang ada di genggamanku itu terbalik. Aku dengarkan pembicaraan mereka berdua, sontak aku kaget saat sang putri yang sangat dikasahi pangeran ber-uang itu tak mau di belikan buku itu. Astagfirullah, sesak dadaku. Nafasku, ku hembuskan secara cepat. Kenapa? Kenapa harus seperti ini ya Allah? fikirku. Tak adil rasanya. Aku ingin sekali memiliki buku itu, tapi tak ada kemampuan untuk membelinya, ku tabungkan uangku secara perlahan pun tak akan mampu membeli buku itu secara cepat. Butuh waktu 3 bulan, aku baru akan mendapatkan buku itu. Kenapa gadis itu tak mau? Aku jalan perlahan mencari posisi tempat duduk di toko buku itu, tak kuat rasanya aku berdiri lama saat itu.

Kudapati posisi duduk yang nyaman, aku pandangi gadis itu dan ayahnya, dari jarak 1 meter. Tak Nampak jelas memang, terhalang oleh pengunjung lainnya. Ku tak terima alasan gadis itu menolak kebaikan ayahnya itu. “aku males baca yah” singkat,sangat singkat bahkan tak butuh waktu 5 menit mengataka alasan seperti gadis itu. Kenapa anak Indonesia malas membaca, aku tak mau diriku seperti gadis itu. Ku sebut Asma Allah sebanyak-banyaknya, hingga ku tenang. Aku sedih bukan karena ku tak bisa mempunyai seorang ayah seperti pangeran ber-uang itu. Aku juga, bukan sedih karena belum bisa mendapatkan buku itu. Yang membuat ku sedih karena ia tak bisa memanfaatkan keadaannya yang begitu bagus yang gadis itu punya. Allah memberikan dia banyak kelebihan nikmat, tapi dia tak bisa memanfaatkan itu. Aku mersa dia masih seorang Jahiliyah bahkan bisa juga disebut kaum primitive, yang tak mau untuk berusaha memulai keadaan dengan membaca. Membaca disini menurutku, membaca keadaan. Dari membaca keadaan itu, dia akan lebih baik. Zaman jahiliyah adalah kebodohan. Semoga aku terhindar dari itu semua.

Malam mulai membuatku merasa diselimuti, selimuti rasa kantuk. Ku tutup cerita ini, dengan ku ambil air wudhu yang ku lanjutkan dengan berbagai shalat sunnah sebelum ku beranjak tidur. Ku doakan gadis itu, semoga mendapatkan jalan menuju hidup yang lebih baik dari Zaman JAHILIYAH. Seseorang yang tak mau membaca adalah seseorang yang jauh dari kepandaian, dan yang jauh dari kepandaian adalah sesorang yang dekat sekali dengan kebodohan. Semoga ku bisa terus membaca dan belajar ya Allah hingga Akhir hayatku.Amien. ku tutup doaku. Yanag kudengar hanya suara jangkrik, hingga ku terlelap.

Cerita ini suatu kejadian nyata yang ku lihat, dan ku dengar.

Ku jadikan suatu karya. Semoga menjadi manfaat untuk pembaca.

Nur fajriah 4sa01

10606107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Blog Design by Template-Mama.